Selasa, 08 Oktober 2013

KETIKA KETUA MK MENJADI TERSANGKA

Operasi Tangkap Tangan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar pada 2 Oktober 2013 lalu menampar wajah Peradilan konstitusi Negeri ini. Bagaimana tidak, Lembaga peradilan tertinggi yang selama ini kredibilitasnya tak diragukan lagi sebagai tempat untuk memperoleh keadilan yang sebenarnya, kini pudar sudah setelah operasi tangkap tangan itu.

Tentu hal ini sangat disayangkan oleh semua pihak, terutama mantan ketua MK Mahfud MD, Mahfud dalam komentarnya di Harian Surya Edisi Jumat 4 Oktober 2013 mengatakan bahwa dirinya sangat kecewa dengan tingkah koleganya itu, karena lembaga yang selama ini dia bangun dengan susah payah harus hilang pamornya karena tindakan tak terpuji Akil.

Dan seiring berjalannya waktu, KPK akhirnya menyematkan status kramat kepada Akil Muchtar yaitu status Tersangka dua kasus dugaan suap sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada Kamis 3 Oktober 2013. Sebagaimana kita ketahui, ketika seseorang sudah disematkan status tersangka oleh KPK, hampir dipastikan akan sulit lepas dari status tersebut walaupun penetapannya bukan di hari jumat keramat, sebagaimana KPK menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka.

Yang menarik untuk kita renungkan adalah bagaimana mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga yang beralamat di jalan Medan Merdeka itu. Terutama dalam hal penanganan sengketa pemilukada di sejumlah daerah. Apalagi pada 9 April 2014 mendatang kita akan dihadapkan pada pesta demokrasi yang akan berlangsung di  seluruh pelosok negeri yang pastinya tidak akan lepas dari sengketa yang akan dimeja hijaukan di Mahkamah konstitusi.

Bayang – bayang penyuapanpun tidak akan lepas dari benak hakim konstitusi yang akan menangani sejumlah sengketa tersebut, Karena uang penanganan sengketa yang hanya Rp. 5 Juta/sengketa sangat kecil dibandingkan uang suap yang ditawarkan oleh para oknum Calon Legislatif (Caleg) dan oknum calon Kepala Daerah yang nilainya hingga miliyaran rupiah. Tentu kita tidak ingin para hakim kita terlena dengan bujukan dan rayuan sejumlah oknum caleg dan oknum calon Kepala Daerah yang ingin memperebutkan kursinya dengan cara tidak halal tersebut.

Tak pelak seorang Mahfud MD pun meminta lembaga yang pernah dipimpinnya selama lima tahun tersebut agar dibubarkan saja, walaupun kemudian Mahfud menarik kembali ucapannya dan mengatakan bahwa MK tak mungkin dibubarkan. Kita tahu, seorang mahfud MD adalah tokoh yang sangat berhati – hati dalam berkomentar, bahkan ketika akil dilanti menjadi ketua MK, Mahfud meminta akil tidak banyak berkomentar di Media. Namun dalam kasus ini mungkin mahfud sangat kecewa dengan akil sampai – sampai isu pembubaran MK pun diutarakannya. (Republika Online, 3 dan 6 Oktober 2013)

Mengembalikan kepercayaan yang runtuh tentu tak semudah membangun kepercayaan. Bak seorang mantan maling yang bertobat akan lebih mudah dipercaya dari pada mantan ustad yang bertobat. Namun, kita harus yakin bahwa akan ada perubahan yang lebih baik di tubuh MK ke depannya asal benar – benar selektif dalam memilih hakim Konstitusi. Tidak hanya pertimbangan intelektual, namun pertimbangan emosional dan spiritual harus menjadi pilihan utama. Cara – cara politispun harus ditinggalkan mengingat Mahkamah Konstitusi adalah lembaga yang harus benar – benar Independen. 

Tentu kita berharap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang (Perpu) yang sudah disiapkan Presiden yang antara lain akan mencakup aturan mengenai persyaratan dan Mekanisme seleksi hakim MK akan mampu memperbaiki nama Mahkamah Konstitusi yang mulai buram karena Ulah akil Muchtar. Dan Semoga ke depan MK kembali menjadi lembaga yang paling dihormati dan disegani yang mampu memberikan keadilan ditengah keterpurukan demokrasi dan kebobrokan penegakan hukum di negeri ini.


 Dimuat di harian kabar madura edisi Selasa 8 Oktober 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar