Minggu, 02 Agustus 2015

Dunia Gemerlap vs Gerbang Salam

Istilah dugem (dunia gemerlap) menjadi sangat populer di Kabupaten Pamekasan terutama saat perayaan hari besar seperti perayaan malam tahun baru. Dari anak-anak hingga kalangan elit politik pun membicarakannya.

Entah dari mana awalnya istilah itu begitu akrab di telinga masyarakat Pamekasan yang selama ini menjunjung tinggi syariat islam dalam bertutur maupun bertingkah. Yang pasti dugem menjadi persoalan pelik yang harus segera ditangani.

Pesta dugem mulai merebak di Kota Pendidikan ini sekitar dua tahun lalu, bermula dari takbir keliling yang kemudian berubah menjadi house music di jalan raya. Berbagai karya Disc Joky (DJ) mereka putar menggunakan sound system diatas truk.

Bahkan, aksi dugem seperti menjadi kegiatan wajib muda-mudi Pamekasan di setiap perayaan hari besar. Meski himbauan dan larangan sudah disampaikan, namun puluhan truk lengkap dengan sound system tetap mengular di setiap sudut kota.

Ironisnya lagi, anak di bawah umur pun ikut serta berpesta ria, berdandan segala rupa menyerupai artis ibu kota. Bahkan wanita-wanita muda berpenampilan tak senonoh menari diatas truk mengabaikan dosa.

Aksi yang demikian itu tentunya sangat bertolak belakang dengan semangat Gerakan Membangun Masyarakat Islami (Gerbang Salam) yang selama ini sudah melekat dan menjadi simbol kota Pamekasan.

Bahkan, bisa dikatakan semangat gerbang salam gagal diterima. Entah karena gagalnya penanaman pendidikan moral atau lemahnya pemuda dalam menangkal masuknya budaya luar ke bumi gerbang salam, tentunya itu masih menjadi tanda tanya.

Tetapi, kita berharap fenomena itu bisa disikapi dengan baik dan tepat oleh pemerintah daerah sebagai penanggung jawab utama rusaknya moral pemuda Pamekasan. Sebab jika hanya himbauan dan larangan tidak akan membuahkan hasil.

Mereka perlu diarahkan dan dialihkan dengan menanamkan pendidikan moral sejak dini dan memberikan hiburan yang lebih bermanfaat dari sekedar berkonvoi dan berdugem di jalan raya. Karena diakui atau tidak mereka juga manusia yang butuh hiburan.

Peraturan daerah (perda) tentang hiburan juga harus segera diselesaikan sehingga para penegak hukum punya pijakan dalam mengambil tindakan. Hal itu juga agar memperjelas definisi hiburan mana yang dilarang atau tidak.

Tentunya peran serta masyarakat dan para orang tua dalam memproteksi muda-mudi dari pergaulan yang salah juga sangat dibutuhkan guna meredam aksi dugem yang selama ini telah membisingkan kota Gerbang Salam.(*)

Sabtu, 29 November 2014

Membangun Sumber Daya Manusia (SDM) Masyarakat Madura



Sejak diresmikan pada 10 Juni 2009 oleh Presiden Sulilo Bambang Yudhoyono , jembatan Suramadu terus menjadi perhatian publik. Pasalnya jembatan yang menghubungkan pulau Madura dengan Surabaya tersebut menjadi jembatan terpanjang di Asia Tenggaran dengan panjang mencapai 5,4 meter. (tempo.co, Rabu, 10 Juni 2009)
Sejak saat itu, banyak wisatawan domestik maupun mancanegara berbondong-bondong mengunjungi jembatan suramadu untuk sekedar lewat dan menikmati sensasi berkendara di atas laut. Bahkan tak jarang            mereka berhenti di tengah –tengah jembatan untuk sekedar berfoto. Sehingga jembatan Suramadu menjadi salah satu destinasi wisata yang wajib dikunjungi di jawa Timur (detik.com, Kamis, 14 Maret 2013).
Bagi masyarakat Madura, dibangunnya jembatan Suramadu menjadi tantangan yang cukup berat. Pasalnya dengan dibangunnya jembatan itu, arus transportasi semakin cepat. Sehingga budaya dari luar akan semakin mudah masuk ke pulau Madura. Kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat juga akan berubah seiring perkembangan zaman.
Di sinilah peran Badan Pengembangan Wilayah Surabaya – Madura (BPWS) dibutuhkan untuk merencanakan pembangunan Madura pasca dibangunnya Suramadu. Selain pembangunan infrastuktur yang selama ini kerap dilakukan oleh BPWS. Maka juga dibutuhkan pembangunan sumber daya manusia (SDM) masyarakat Madura mengingat masih rendahnya indeks prestasi manusia (IPM) empat kabupaten di Madura.
Pembangunan sumber daya manusia (SDM) dapat dilakukan dengan membekali masayarakat Madura dengan berbagai keahlian (skill). Seperti pelatihan pengembangan produk usaha dengan teknologi yang modern. Juga menanamkan jiwa enterprenuership kepada anak muda Madura dengan menggelar pelatihan kewirausahaan yang melibatkan perguruan tinggi yang ada di Madura.
Selain itu yang perlu dilakukan oleh BPWS adalah memberikan pelatihan kepada kelompok masayarakat untuk bisa membuat kerajinan khas masing-masing daerah sehingga bisa dipasarkan di tempat wisata yang nantinya juga akan dibangun oleh BPWS dengan harapan bisa menumbuhkan ekonomi masyarakat setempat.
Yang tidak kalah pentingnya adalah mendukung perkembangan pendidikan di Madura dengan memberikan bantuan beasiswa kepada anak yang berbakat dengan catatan setelah lulus dari perguruan tinggi bisa kembali ke daerahnya dan ikut membangun Madura. sebab saat ini masih banyak anak muda yang memiliki keahlian di berbagai bidang justru berdomisili di luar Madura.
Tentunya kita berharap BPWS mampu berperan aktif untuk perkembangan Madura kedepannya dengan merangkul semua lapisan masyarakat yang ada di Madura.

Sabtu, 19 Oktober 2013

SI KECIL MUNGIL TANPA BELAS KASIHAN


Si kecil itu...
Tubuhnya mungil...
Menggigil...
Melawan dingin...
Melawan kerasnya hidup..
Hingga rembulan redup...

Si kecil itu...
Hanya bisa tertunduk
Hingga malam suntuk...
Melawan kantuk...
Menjajakan dagangan...
Untuk sebutir makanan...

Sementara disana..
Si orang tua tanpa rasa iba...
Menghardiknya...
Mempekerjakannya...
Laksana babu...

Kasih sayang...
Kelembutan...
Manisnya hidup...
Tenggelam bersama gelapnya malam...
Disudut kota bersama keramaian...

Surabaya, 18 Oktober 2013

PROBLEMATIKA TEMBAKAU DI MADURA

Daun emas, begitulah masyarakat Madura sering menyebut dan menamai daun tembakau.  Entah apa alasannya mereka memberikan embel – embel emas pada daun penghasil zat nikotin tersebut, mungkin karena tembakau mampu memberikan keuntungan yang cukup besar sehingga istilah daun emas dianggap layak disematkan pada daun tembakau.

Tembakau sendiri tidak diketahui secara pasti asal muasalnya, namun para ilmuwan percaya bahwa tanaman tersebut tumbuh di benua Amerika sekitar 6000 tahun SM, yang diperkiran mulai dikomsumsi oleh penduduk asli Amerika pada awal Masehi. Yang kemudian masuk ke Indonesia sekitar abad ke 17 atau seiring dengan masuknya bangsa portugis ke Nusantara. (Divine Kretek, Rokok Sehat halaman 49 & 67). 

Bagi masyarakat Madura sendiri,  bertani tembakau menjadi kebiasaan yang turun – temurun, bahkan harapan keuntungan yang cukup besar digantungkan pada tanaman yang menjadi bahan baku pembuatan rokok tersebut. Tentu tidak hanya alasan komersil, semangat kebersamaan ditunjukkan saat petani secara bergotong – royong melinting hingga merajang daun tembakau sebagaimana diperlihatkan di kampung – kampung.

Namun dalam beberapa tahun terakhir, bertani tembakau sudah mulai tak menjanjikan bagi petani, persoalan cuaca yang tak bersahabat ataupun persoalan regulasi di sejumlah daerah yang tak kunjung selesai semakin menambah kegalauan petani tembakau. Belum lagi sejak disahkannya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tembakau pada 24 Desember 2012 semakin mempersempit ruang bagi tembakau di negeri ini.

Di Pamekasan misalnya, regulasi tentang tata niaga tembakau sebagaimana diatur dalam peraturan daerah (Perda) No. 6 tahun 2008 oleh sejumlah aktivis dipandang masih belum memihak pada petani. Hal itu membuat aktivis PMII Pamekasan ngeluruk dewan dan menuntut Bupati Pamekasan segera menetapkan standart harga termasuk juga melakukan revisi terhadap sejumlah pasal pada Perda tersebut.(deliknews.com Edisi Rabu 2 Oktober 2013)

Persoalan lain yang menarik di Madura adalah menurunnya produksi tembakau tahun ini, sebagaimana diberitakan tempo.co pada 31 Agustus 2013 produksi tembakau di pamekasan mencapai 10% dari total 29 ton kuota normal per tahunnya. Tempo juga mencatat hal yang sama di Kabupaten Sumenep, seperti yang diberitakan pada 6 September 2013, ada sekitar 4000 hektare tanaman tembakau petani gagal panen dan hanya mampu mencapai 40 % dari target 10 – 11 ribu ton per hektare. Anomali cuaca disebutkan sebagai penyebab menurunannya jumlah produksi tersebut.

Masalah cuaca memang menjadi persoalan tersendiri bagi petani. Padahal cuaca yang baik akan berbanding lurus dengan kualitas tembakau dan hasil produksi. Maka sudah seharusnya jika petani  tahu banyak perihal seluk beluk cuaca. Sebagaimana kita ketahui tanaman tembakau merupakan jenis tanaman yang tumbuh di musim kemarau yang biasanya berlangsung mulai April hingga September. Namun patokan tersebut tak selalu benar karena terjadi pergeseran musim beberapa tahun terakhir.

Di Negara kita sebenarnya sudah ada lembaga khusus yang membidangi perihal iklim maupun cuaca yakni Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau yang lebih dikenal dengan BMKG. Namun sejauh ini peranannya dalam memberikan informasi tentang iklim maupun cuaca kepada petani sangatlah minim. Hampir dipastikan sejumlah petani di berbagai daerah masih menggunakan prediksinya sendiri.

Tentu kita tidak boleh terlalu menyalahkan BMKG karena sebetulnya di sejumlah daerah sudah ada beberapa instansi pemerintah yang memiliki tanggung jawab memberikan penyuluhan terhadap petani. Seharusnya instansi tersebut menjadi jembatan untuk mensosialisasikan prediksi cuaca atau musim oleh BMKG kepada petani melalui kelompok – kelompok tani yang ada, agar para petani tidak salah dalam memulai masa tanam tembakau mereka.

Kita berharap ke depan ada perhatian khusus dari pemerintah terhadap para petani tembakau termasuk menyediakan regulasi yang pro rakyat serta penyediaan informasi yang memadai guna meningkatkan kualitas dan hasil produksi dan tentunya akan memberikan kesejahteraan kepada petani.



 Dimuat di Harian Kabar Madura Edisi 16 Oktober 2013