Kekerasan bagi
peserta didik yang kerap dilakukan oleh oknum guru tidak boleh dianggap remeh
karena dapat merusak masa depan pendidikan bangsa. Karena bagaimanapun orang
tua akan mulai ragu untuk mendaftarkan putra-putrinya di sekolah-sekolah formal
terutama sekolah yang salah satu gurunya menjadi oknum kekerasan pada siswa. Mereka
menginginkan putra-putrinya belajar dengan tenang tanpa khawatir akan adanya ancaman
intimidasi dari oknum guru yang tidak terpuji tersebut.
Bertolak dari hal itu, tentu kita
masih ingat program pemerintah tentang “Pendidikan Karakter” yang mulai digalakkan tahun 2010 lalu. Bahkan di
semua buku pelajaran terbitan terbaru
banyak dijejali petuah-petuah yang diharapkan mampu memperbaiki karakter
siswa sehingga mereka memiliki karakter yang lebih baik. Namun, apakah
pendidikan karakter bisa dipelajari secara tekstual yang bisa diperoleh dari
buku-buku tersebut?. Apakah tidak pernah terpikirkan bahwa gurulah yang
memiliki peran besar dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah?. Guru
adalah aktor utama dalam berlangsungnya kegitan belajar mengajar (KBM) di
sekolah. Tentunya merekalah yang sering berinteraksi dengan siswa, dan mereka
juga yang dijadikan panutan dan teladan bagi siswa.
Dalam M. Furqon Hidayatullah (2010 : 25) dijelaskan bahwa guru
berkarakter bukan hanya mampu mengajar tetapi ia juga mampu mendidik. Ia bukan
hanya mampu mentransfer pengetahuan (transfer
of knowledge), tetapi ia juga mampu menanamkan nilai-nilai yang diperlukan
untuk mengarungi hidupnya. Ia bukan hanya memiliki kemampuan yang bersifat
intelektual tetapi yang memiliki kemampuan secara emosi dan spiritual sehingga
guru mampu membuka hati peserta didik untuk belajar, yang selanjutnya ia mampu hidup
dengan baik di tengah-tengah masyarakat.
Lalu apakah guru-guru yang kita
miliki saat ini sudah memenuhi kriteria yang dikemukakan tadi, mengingat masih
banyaknya oknum guru yang melakukan perbuatan yang tidak mencerminkan guru yang
berkarakter. Kurikulum di perguruan tinggipun masih belum bisa melahirkan guru-guru yang berkarakter, Belum
lagi persolan birokrasi terkait
penyimpangan dalam seleksi peneriamaan guru baru.
Maka sangat perlu adanya kesadaran para stakeholders
di negeri ini. mereka harus mampu membaca kelemahan di segala lini. Mereka juga
harus benar-benar menyiapkan guru-guru yang memang memiliki kompetensi untuk
membangun karakter peserta didik. Untuk itu mereka harus benar-benar selektif dalam
memilah dan memilih para calon pahlawan tanpa tanda jasa tersebut. Perguruan tinggi
juga harus merombak kurikulum demi mencetak guru-guru professional yang memiliki
kecerdasan intelektual, emosional dan
spiritual yang baik. Serta melakukan berbagai macam pelatihan dalam berbagai
kesempatan.
Tentu kita berharap pendidikan karakter ini mampu berjalan dengan baik
demi masa depan bangsa. Untuk itu mari kita bersinergi untuk benar-benar
membangun pendidikan. Agar menjadi langkah awal untuk mengembalikan nilai-nilai
luhur yang sudah mulai menghilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar