Sabtu, 19 Oktober 2013

PROBLEMATIKA TEMBAKAU DI MADURA

Daun emas, begitulah masyarakat Madura sering menyebut dan menamai daun tembakau.  Entah apa alasannya mereka memberikan embel – embel emas pada daun penghasil zat nikotin tersebut, mungkin karena tembakau mampu memberikan keuntungan yang cukup besar sehingga istilah daun emas dianggap layak disematkan pada daun tembakau.

Tembakau sendiri tidak diketahui secara pasti asal muasalnya, namun para ilmuwan percaya bahwa tanaman tersebut tumbuh di benua Amerika sekitar 6000 tahun SM, yang diperkiran mulai dikomsumsi oleh penduduk asli Amerika pada awal Masehi. Yang kemudian masuk ke Indonesia sekitar abad ke 17 atau seiring dengan masuknya bangsa portugis ke Nusantara. (Divine Kretek, Rokok Sehat halaman 49 & 67). 

Bagi masyarakat Madura sendiri,  bertani tembakau menjadi kebiasaan yang turun – temurun, bahkan harapan keuntungan yang cukup besar digantungkan pada tanaman yang menjadi bahan baku pembuatan rokok tersebut. Tentu tidak hanya alasan komersil, semangat kebersamaan ditunjukkan saat petani secara bergotong – royong melinting hingga merajang daun tembakau sebagaimana diperlihatkan di kampung – kampung.

Namun dalam beberapa tahun terakhir, bertani tembakau sudah mulai tak menjanjikan bagi petani, persoalan cuaca yang tak bersahabat ataupun persoalan regulasi di sejumlah daerah yang tak kunjung selesai semakin menambah kegalauan petani tembakau. Belum lagi sejak disahkannya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tembakau pada 24 Desember 2012 semakin mempersempit ruang bagi tembakau di negeri ini.

Di Pamekasan misalnya, regulasi tentang tata niaga tembakau sebagaimana diatur dalam peraturan daerah (Perda) No. 6 tahun 2008 oleh sejumlah aktivis dipandang masih belum memihak pada petani. Hal itu membuat aktivis PMII Pamekasan ngeluruk dewan dan menuntut Bupati Pamekasan segera menetapkan standart harga termasuk juga melakukan revisi terhadap sejumlah pasal pada Perda tersebut.(deliknews.com Edisi Rabu 2 Oktober 2013)

Persoalan lain yang menarik di Madura adalah menurunnya produksi tembakau tahun ini, sebagaimana diberitakan tempo.co pada 31 Agustus 2013 produksi tembakau di pamekasan mencapai 10% dari total 29 ton kuota normal per tahunnya. Tempo juga mencatat hal yang sama di Kabupaten Sumenep, seperti yang diberitakan pada 6 September 2013, ada sekitar 4000 hektare tanaman tembakau petani gagal panen dan hanya mampu mencapai 40 % dari target 10 – 11 ribu ton per hektare. Anomali cuaca disebutkan sebagai penyebab menurunannya jumlah produksi tersebut.

Masalah cuaca memang menjadi persoalan tersendiri bagi petani. Padahal cuaca yang baik akan berbanding lurus dengan kualitas tembakau dan hasil produksi. Maka sudah seharusnya jika petani  tahu banyak perihal seluk beluk cuaca. Sebagaimana kita ketahui tanaman tembakau merupakan jenis tanaman yang tumbuh di musim kemarau yang biasanya berlangsung mulai April hingga September. Namun patokan tersebut tak selalu benar karena terjadi pergeseran musim beberapa tahun terakhir.

Di Negara kita sebenarnya sudah ada lembaga khusus yang membidangi perihal iklim maupun cuaca yakni Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau yang lebih dikenal dengan BMKG. Namun sejauh ini peranannya dalam memberikan informasi tentang iklim maupun cuaca kepada petani sangatlah minim. Hampir dipastikan sejumlah petani di berbagai daerah masih menggunakan prediksinya sendiri.

Tentu kita tidak boleh terlalu menyalahkan BMKG karena sebetulnya di sejumlah daerah sudah ada beberapa instansi pemerintah yang memiliki tanggung jawab memberikan penyuluhan terhadap petani. Seharusnya instansi tersebut menjadi jembatan untuk mensosialisasikan prediksi cuaca atau musim oleh BMKG kepada petani melalui kelompok – kelompok tani yang ada, agar para petani tidak salah dalam memulai masa tanam tembakau mereka.

Kita berharap ke depan ada perhatian khusus dari pemerintah terhadap para petani tembakau termasuk menyediakan regulasi yang pro rakyat serta penyediaan informasi yang memadai guna meningkatkan kualitas dan hasil produksi dan tentunya akan memberikan kesejahteraan kepada petani.



 Dimuat di Harian Kabar Madura Edisi 16 Oktober 2013




Tidak ada komentar:

Posting Komentar