Rabu, 13 Maret 2013

KEBEBASAN PERS YANG MEMPERIHATINKAN

Baru – baru ini secara beruntun beberapa media di Madura dihantui berbagai ancaman. Sebut saja Harian Radar Madura biro Pamekasan yang salah satu wartawannya harus memperkarakan kepala kemenagPamekasan karena tindakannya yang arogan yaitu mengancam salah satu wartawan. Nasib yang sama juga dialami JawaPos TV (JTV) biro Pamekasan yang pada 9 Januari 2013 lalu harus dijaga ketat aparat karena Tim Sukses Salah satu Pasangan Calon (Paslon) yang bertarung dalam Pilkada Pamekasan mengancam akan melakukan pengrusakan apabila JTV tidak menghentikan penayangan terkait hasil Quick Count Proximity yang memenangkanLawannya.
Ironis memang ketika di era reformasi seperti saat ini kejadian seperti itu masih sering terjadi.Mengingat sejak digulingkannya rezim orde baru, kebebasan pers sudah ramai didengungkan. Tentunya kita tidak menginginkan pembredelan atau pembungkaman yang menimpa media pada masa orde baru kembali terulang. Karena bagaimanapun peran pers yang sebagai social control sangat mutlak dibutuhkan untuk kemajuan suatu Negara.
Adalah bukan seperti itucaranya jika kita ingin melakukan kritik terhadap pemberitaan. Dalam kode etik jurnalistik yang dikeluarkan oleh dewan pers sudah sangat jelas kalau pers memberikan ruang yang seluas – luasnya kepada masyarakat untuk menggunakan hak jawab ataupun hakkoreksi seperti yang termaktub dalam pasal 11 Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia (KEWI) yang pastinya menggunakan prosedur yang berlaku.
Tentu kita masih ingat kasus yang menimpa Majalah Tempo yang diadukan oleh Rizal Mallarangeng kepada Dewan Pers terkait cover Majalah Tempo yang menggambarkan dia ikut menggotong dolar bersama saudara kandungnya mantan menpora Andi Mallarangeng danChoel Mallarangeng  (ANTARA News). Itu adalah salah satu contoh yang perlu ditiru oleh kita kaum-kaum berpendidikan yaitu apabila ada pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh media secara umum atau wartawan secara khusus kita mengadukannya kepada Dewan Pers yang akan diproses sesuai perundang-undangan yang beraku. Bukan melakukan intimidasi, demonstrasi atau pun melakukan pengrusakan terhadap media yang bersangkutan.
Tentu kita tidak menginginkan kebebasan pers ternodai oleh tindakan beberapa pihak yang arogan. Karena bagaimanapun dan dengan alasan apapun kekerasan tidak dibenarkan. Bukankah akan lebih indah jika kita duduk satu meja dan mengungkapkan uneg-uneg kita terhadap pemberitaan salah satu media. Sehingga dengan cepat bisa dianalisa dan diputuskan benar atau salahnya pemberitaan. Sehingga juga bisa dirilis hasilnya, dan media juga akan melakukan permintaan maaf di media yang bersangkutan apabila memang benar-benar terjadi kesalahan.
            Namun kita tidak dapat sepenuhnya menyalahkan mereka yang melakukan tindakan – tindakan yang arogan mengingat masih minimnya sosialisasi tentang Kode Etik Jurnalistik maupunUU Pers No. 40 tahun 1999. Sehingga mereka yang berpendidikan tinggi pun belum banyak mengetahui.
            Di era Keterbukaan informasi public dan Sebagai pilar keempat demokrasi keberadaan Pers sangat krusial dalam mengawal kebijakan pemerintah. Oeh karena itu, kebebasan pers yang bertanggung jawab harus kita junjung tinggi sehingga ancaman intimidasi terhadap pers tidak lagi terdengar.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar